Selasa, 16 Januari 2018

MAKALAH BIOSISTEM MANGROVE KARANGSONG

TUGAS MATA KULIAH
BIOMANAJEMEN

Dosen Pengampu:  Dr. H.  SOFYAN H. NUR M.S






Disusun Oleh :
Eko Puryanto
NIM. 20161310037



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS KUNINGAN
2017




KATA PENGANTAR


Puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kepada kita hidayah dan inayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mengenai “Strategi dan kebijakan pengembangan Ekowisata di Pantai Karangsong Indramayu” Tanpa-Nya lah laporan makalah ini tidak akan pernah ada, melainkan hanya sebuah pikir belaka yang tak dapat terealisasikan.
Laporan makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata kuliah “Bio Manajemen”. Dengan membaca laporan makalah ini para pemakalah dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh, dan para pembaca dapat mengetahui nya.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada dosen kami dan teman-teman yang telah membantu proses pembuatan laporan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam laporan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu kepada para pembaca, kami mengharapkan saran dan kritik untuk pembuatan laporan makalah selanjutnya.
Semoga laporan makalah ini benar-benar dapat bermanfaat bagi para pembaca.Amin ya robbal’alamin.



Kuningan,  Mei 2017



Penyusun




STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA
Oleh: Kelompok 8

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 25 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta hektar) yaitu seluas 4,5 juta hektar atau sebanyak 3,8 % dari total luas hutan di Indonesia secara keseluruhan. Hal tersebutlah yang mendorong kawasan mangrove untuk dimanfaatkan sebagai ekowisata. Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan, baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Metode yang digunakan adalah studi literatur. Hutan mangrove dapat dijadikan ekowisata apabila memenuhi kriteria penilaian seperti ketebalan dan kerapatan pohon, jenis flora atau fauna mangrove, dan kisaran pasang surut. Diketahui area ekowisata hutan mangrove yang telah dikembangkan di Indonesia, di antaranya Wisata Anyar Mangrove (WAM) dan Ekowisata Mangrove Wonorejo, Wisata Mangrove Probolinggo, Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Mangrove Forest Bali, dan lainnya. Produk-produk yang ditawarkan ekowisata hutan mangrove dapat beragam tergantung pada lokasi dan keadaan hutan mangrove yang akan dijadikan area ekowisata serta memiliki nilai edukasi, konservasi, dan estetika bagi wisatawan.

(Kata Kunci: Hutan Mangrove, Ekowisata)

DAFTAR ISI

                                                                                                       Halaman
HALAMAN JUDUL
ABSTRAK ..................…………………………………….........................   i
DAFTAR ISI ……………………………………………........................…   ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................    1
1.2 Maksud dan Tujuan ......................................................................    2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1 Ekowisata ……..............................................................................    3
2.2 Hutan Mangrove ...........................................................................    5
2.3 Ekowisata Hutan Mangrove ..........................................................   7
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................  9
3.1 Studi Potensi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata  ......................   9
3.2 Ekowisata Hutan Mangrove di Karangsong Indramayu ……….     12
BAB IV KESIMPULAN .............................................................................   27
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………..........................   28






BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
Pola hidup kembali ke alam (back to nature) telah mendorong masyarakat untuk melakukan perjalanan ke daerah-daerah alami, serta memiliki sejumlah besar potensi sumberdaya yang bernilai. Pola perjalanan ini telah mendorong berkembangnya paradigma baru dalam pariwisata berbasis alam atau dikenal dengan ekowisata yang merupakan bentuk pariwisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi. Konsep ekowisata merupakan pariwisata yang memadukan antara kegiatan konservasi alam, pendidikan, rekreasi, dan kegiatan perekonomian masyarakat lokal.
Wilayah pantai dan pesisir mempunyai sifat atau ciri yang unik, merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut; mengandung kekayaan sumberdaya alam yang beragam seperti ekosistem hutan mangrove. Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat penting secara ekologi dan ekonomi, baik untuk masyarakat lokal, regional, nasional maupun global. Menurut Kusmana et al. (2003) dalam Fahriansyah dan Dessy (2012), ekosistem hutan mangrove yaitu suatu sistem yang terdiri atas berbagai organisme (seperti tumbuhan dan hewan), berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya dalam habitat mangrove.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia mencapai 25 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (18 juta hektar) yaitu seluas 4,5 juta hektar atau sebanyak 3,8 % dari total luas hutan di Indonesia secara keseluruhan. Sedikitnya luas hutan mangrove ini mengakibatkan perhatian Pemerintah Indonesia terhadap hutan mangrove sangat sedikit jika dibandingkan dengan hutan darat. Kondisi hutan mangrove juga mengalami kerusakan yang hampir sama dengan keadaan hutan-hutan lainnya di Indonesia (Mangrove Information Center, 2006 dalam Sudiarta, 2006).
Sektor pariwisata pesisir perlu mendapat perhatian dan dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan daerah, termasuk mempertahankan keberadaan hutan mangrove dari pengikisan dan kepunahan. Pembangunan ekowisata berperan untuk konservasi sumberdaya alam dan membantu masyarakat lokal dalam memenuhi kesejahteraan hidup. Pembangunan ekowisata memberikan perubahan terhadap kualitas hidup, struktur sosio-ekonomi, dan organisasi sosial dalam masyarakat lokal. Menurut Pender dan Sharpley (2005) dalam Fahriansyah dan Dessy (2012), masyarakat lokal dapat memutuskan jika masyarakat ingin atau tidak ingin untuk terlibat dalam pembangunan pariwisata. Masyarakat lokal yang terlibat dalam pengelolaan ekowisata adalah dengan cara menyediakan berbagai fasilitas untuk wisatawan, meningkatkan jumlah wisatawan, dan mengendalikan dampak terhadap lingkungan hidup. Oleh sebab itu, penataan dan perencanaan yang baik sangat diperlukan untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya alam hutan mangrove di perairan suatu pantai.

1.2              Maksud dan Tujuan
Maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberi informasi mengenai peranan biologi dalam bidang pariwisata, khususnya hutan mangrove. Sedangkan tujuan makalah ini adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui potensi dan fasilitas pendukung di berbagai kawasan objek ekowisata hutan mangrove Karangsong Indramayu, (2) untuk mengetahui ekowisata hutan mangrove yang telah dikembangkan di Karangsong Indramayu, dan (3) untuk mengetahui produk-produk ekowisata yang ditawarkan di objek ekowisata hutan mangrove Karangsong Indramayu.

















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Ekowisata
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan, baik alam yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003 dalam Sudiarta, 2006). Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati keindahan alam dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pantingnya berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata ekowisata dan menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat.
Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari masing-masing pelaku ekowisata yaitu industri pariwisata, wisatawan, masyarakat lokal, pemerintah dan instansi non-pemerintah, dan akademisi. Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter atau peran yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata dimainkan sesuai dengan perannya, bekerjasama secara holistik di antara para stakeholders, memperdalam pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian alam, dan menjamin keberlanjutan kegiatan ekowisata tersebut. Dalam mendukung kesuksesan pengembangan ekowisata maka para pelaku ekowisata harus mempunyai peran dan karakter tersendiri yaitu (France, 1997 dalam Sudiarta, 2006):
1.      industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata yang berhubungan dengan flora, fauna, dan alam;
2.      wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan;
3.      masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan pembangunan, dan pengevaluasian pembangunan;
4.      pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi terhadap lingkungan yang berlebihan;
5.      akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsip yang dituangkan dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya.
Pengembangan obyek ekowisata harus selalu berpedoman pada prinsip-prinsip ekowisata dan pariwisata berkelanjutan agar tercapai tujuan pengembangan ekowisata yakni ekowisata yang berkelanjutan (sutainable ecotourism). Menurut Wood (2002) dalam Sudiarta (2006), prinsip-prinsip dasar pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut :
1.      meminimalisasi dampak-dampak negatif terhadap alam dan budaya yang dapat merusak destinasi ekowisata;
2.      mendidik wisatawan terhadap pentingnya pelestarian (conservation) alam dan budaya;
3.      mengutamakan pada kepentingan bisnis yang peduli lingkungan yang bekerjasama dengan pihak berwenang dan masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan lokal dan mendapatkan keuntungan untuk konservasi;
4.      menghasilkan pendapatan yang dipergunakan untuk pelestarian dan pengelolaan lingkungan dan daerah-daerah yang dilindungi;
5.      mengutamakan kebutuhan zonasi pariwisata daerah dan perencanaan penanganan wisatawan yang didesain untuk wilayah atau daerah yang masih alami yang dijadikan sebagai destinasi ekowisata;
6.      mengutamakan kepentingan untuk studi yang berkaitan dengan sosial-budaya dan lingkungan, begitu juga pemantauan jangka panjang terhadap obyek ekowisata untuk mengkaji dan mengevaluasi kegiatannya serta meminimalisasi dampak-dampak negatif;
7.      memaksimalkan keuntungan ekonomi untuk negara yang bersangkutan, bisnis dan masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang tinggal berdekatan dengan destinasi ekowisata;
8.      menjamin bahwa pembangunan ekowisata tidak mengakibatkan perubahan lingkungan dan sosial-budaya yang berlebihan sebagaimana ditentukan oleh para ahli dan peneliti;
9.      membangun infrastruktur yang harus ramah lingkungan dan menyatu dengan budaya masyarakat setempat, tidak menggunakan bahan bakar yang terbuat dari fosil, dan tidak menggangu ekosistem flora dan fauna.
WTO (2002) dalam Sudiarta (2006), memberikan batasan mengenai pengembangan obyek dan daya tarik ekowisata sebagai berikut :
1.      semua jenis pariwisata yang berbasiskan alam yang mana tujuan utama dari wisatawan adalah untuk mengamati dan memberikan apresiasi terhadap alam, tradisi, dan budaya yang ada di kawasan tersebut;
2.      mengandung unsur pendidikan dan enterpretasi;
3.      dikelola oleh pelaku pariwisata lokal dan pangsa pasarnya adalah kelompok-kelompok kecil;
4.      meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan alam dan kehidupan sosial budaya;
5.      membantu pelestarian atau konservasi alam;
6.      memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal, organisasi terkait, dan pihak berwenang;
7.      memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan alternatif kepada masyarakat lokal;
8.      meningkatkan kesadaran terhadap pelestarian aset-aset alam dan budaya bagi para wisatwan dan masyarakat lokal.

2.2       Hutan Mangrove
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001 dalam Muahaerin, 2008).
Santoso (2006) dalam Muahaerin (2008), menyatakan bahwa ruang lingkup mangrove secara keseluruhan meliputi ekosistem mangrove yang terdiri atas:
1.      satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di habitat mangrove (exclusive mangrove).
2.      spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove).
3.      biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove.
4.      proses-proses dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya.
5.      daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut.
6.      masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan tergantung pada mangrove.
Menurut Wibisono (2005) dalam Muahaerin (2008), secara ekologis ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, di antaranya:
1.      sebagai tempat peralihan dan penghubung antara lingkungan darat dan lingkungan laut.
2.      sebagai penahan erosi pantai karena hempasan ombak dan angin serta  sebagai pembentuk daratan baru.
3.      merupakan tempat ideal untuk berpijah (spawning ground) dari berbagai jenis larva udang dan ikan.
4.      sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan penduduk setempat.
Manfaat sosial ekonomis ekosistem mangrove bagi masyarakat sekitarnya adalah sebagai sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan turunannya, antara lain kayu bakar, arang, bahan bangunan, obat-obatan, minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin, dan tempat rekreasi (Hamilton dan Snedaker, 1994; Dahuri, 1996 dalam Muahaerin, 2008).
Data sementara tingkat kerusakan hutan mangrove pada 15 provinsi di Indonesia menunjukan bahwa: luas hutan mangrove yang tidak rusak (2.432.418 ha) yang terdapat pada kawasan hutan (2.268.033 ha) dan yang berada diluar kawasan hutan (623.136 ha). Sedangkan luas hutan mangrove yang rusak (5.901.975 ha) yang terdapat dalam kawasan hutan (1.712.462 ha) dan yang berada di luar kawasan hutan (4.189.512 ha) (Ditjen RLPS Dephutbun, 1999; Santoso, 2006 dalam Muahaerin, 2008).

2.3       Ekowisata Hutan Mangrove
Letak Indonesia yang berada di daerah tropis sangat kaya dengan beranekaragam flora, fauna, dan biodiversitas lainnya. Kekayaan alam yang berlimpah ini dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata khususnya ekowisata. Menurut Sudarto (1999) dalam Sudiarta (2006), secara umum kekayaan alam yang dapat dijadikan obyek dan daya tarik ekowisata adalah hutan hujan tropis, hutan mangrove, hutan sagu, pegunungan es, dan fauna langka seperti gajah, komodo, orang utan, harimau, badak, burung cendrawasih, jalak putih, dan lain-lain (Sudiarta, 2006).
Ekowisata yang merupakan salah satu usaha yang memprioritaskan berbagai produk-produk pariwisata berdasarkan sumberdaya alam, pengelolaan ekowisata untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan hidup, pendidikan yang berasaskan lingkungan hidup, sumbangan kepada upaya konservasi dan meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat lokal (World Tourism Organization, 2002 dalam Fahriansyah dan Yoswaty, 2012). Wisata ekologis merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia (Yulianda, 2007 dalam Fahriansyah dan Yoswaty, 2012). Ekowisata pesisir dan laut tidak hanya menjual tujuan atau objek, tetapi juga menjual filosofi dan rasa sehingga tidak akan mengenal kejenuhan pasar pariwisata (Tuwo, 2011 dalam Fahriansyah dan Yoswaty, 2012). Pembangunan ekowisata berkelanjutan bertujuan untuk menyediakan kualitas pengalaman wisatawan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal (Fennell, 2008 dalam Fahriansyah dan Yoswaty, 2012).
Pada tahun 1992 dibentuk Pusat Informasi Mangrove (Mangrove Information Center). Mangrove Information Center (MIC) merupakan proyek kerjasama antara Pemerintah Indonesia melalui Proyek Pengembangan Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari dan Pemerintah Jepang melalui Lembaga Kerjasama Internasional Pemerintah Jepang melalui Japan International Corporation Agency (JICA) (Sudiarta, 2006)..
Proyek ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengekplorasi teknik-teknik reboisasi yang bisa dilakukan untuk pemulihan (recovery) kondisi hutan mangrove yang sudah mengalami kerusakan. Teknik yang ditemukan adalah tentang bagaimana cara persemaian bibit dan penanaman mangrove. Tingginya biaya operasional proyek yang dilaksanakan di Mangrove Information Center (MIC) mengakibatkan terjadinya kekhawatiran terhadap kurangnya dana proyek dan pemeliharaan dan pelatihan hutan mangrove di Kawasan Taman Hutan Raya Ngurah Rai khususnya di Kawasan Mangrove Information Center (MIC) melahirkan ide dan terobosan baru yang diharapkan bisa membantu menutupi kekurangan dana tersebut. Ide cemerlang tersebut selanjutnya diimplementasikan dengan pengembangan obyek ekowisata di Kawasan Mangrove Information Center (MIC) (Sudiarta, 2006).
Mangrove Information Center (MIC) memiliki berbagai potensi untuk mengembangkan obyek ekowisata antara lain sumber daya manusia yang handal dan berkompetensi dalam bidang botani yang mampu menginterpretasikan alam dengan pengunjung, sumber daya alam flora dan fauna yang indah dan menarik, dan infrastuktur yang memadai untuk mengembangkan obyek ekowisata (Sudiarta, 2006).




















BAB III
PEMBAHASAN

3.1       Studi Potensi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata
Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas (pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Dalam dua dekade ini keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis. Saat ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas-komunitas mangrove yang ada di sekitar muara-muara sungai dengan ketebalan 10-100 meter, didominasi oleh Avicennia Marina, Rhizophora Mucronata, Sonneratia Caseolaris yang semuanya memiliki manfaat sendiri. Misalkan pohon Avicennia memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam organ daun, akar, dan batang) logam berat pencemar sehingga keberadaan mangrove dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran diperairan laut, dan manfaat ekonomis seperti hasil kayu serta bermanfaat sebagai pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan (Wijayanti, 2007).
Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.
Mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).
Kusmana et al. (2003) menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove yaitu suatu sistem yang terdiri atas berbagai organisme (seperti tumbuhan dan hewan), berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya dalam habitat mangrove. Sumberdaya ekosistem mangrove mempunyai beberapa peranan, baik secara fisik, kimia maupun biologi, sangat menunjang untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan sebagai penyangga keseimbangan ekosistem di wilayah pesisir. Ekosistem mangrove berperan sebagai pelindung dan penahan pantai, penghasil bahan organik, habitat fauna mangrove, pengolah bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan, sumber bahan baku industri dan obat-obatan, kawasan pariwisata, pendidikan, penelitian dan konservasi (Saparinto, 2007). Kegiatan ekowisata secara langsung memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003).
Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta hektar dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Kerusakan tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan organisme akuatik. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove sebagai biofilter alami (Mulyadi dkk., 2010).
Perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berlebihan diakibatkan karena pertambahan penduduk yang semakin cepat dan luas kawasan yang terbangun. Hutan mangrove di beberapa kawasan, salah satunya Sungai Wain Balikpapan dengan cepat menjadi semakin menipis dan berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan kawasan tersebut (Mulyadi dkk., 2010).
Permasalahan utama adalah pengaruh dan tekanan habitat mangrove bersumber dari keinginan manusia untuk mengonversi areal hutan mangrove menjadi areal pengembangan perumahan, industri dan perdagangan, kegiatan-kegiatan komersial maupun pergudangan. Dalam situasi seperti ini habitat dasar dan fungsinya menjadi hilang dan kehilangan ini disertai dengan hilangnya ruang terbuka hijau yang jauh lebih besar dari nilai penggantinya (Mulyadi dkk., 2010).
Mengingat beberapa fungsi dan manfaat penting kawasan mangrove, perlu diterapkan atau digalakKan prinsip save it (lindungi), study it (pelajari), dan use it (manfaatkan). Semua itu tentu memerlukan koordinasi antara stakeholders dan masyarakat di sekitar kawasan tersebut maupun para pencita lingkungan, terutama kalangan akademisi. Untuk itu, diperlukan faktor-faktor pendukung agar pemanfaatan kawasan mangrove berjalan sesuai dengan tujuan pengelolaan mangrove yang lestari yaitu teknologi, diversifikasi pemanfaatan upaya sustainable, dan pengelolaan terpadu (Anonim, 2014).
Mangrove dapat dijadikan area pariwisata apabila (Drumm, 2002):
1.      memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan yang dijadikan sebagai obyek wisata;
2.      menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan;
3.      memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para stakeholders;
4.      membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional;
5.      mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan;
6.      mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut.
Mangrove sangat berpotensi sebagai tempat berpariwisata di pinggir pantai. Mangrove dapat dijadikan sarana edukatif dan sarana pariwisata melalui fungsinya selain menahan ombak namun juga dapat menjadi habitat para hewan perairan. Mangrove berpotensi menjadi sarana ekowisata dimana pada wisata ini bertujuan untuk melestarikan mangrove itu sendiri yang berupa konservasi lingkungan juga terdapat manfaat secara ekonomi. Salah satu pemanfaatan mangrove sebagai sarana pariwisata:
1.      Sumber informasi yang dimaksud adalah informasi mengenai hutan mangrove, bagaimana membudidayakan hutan mangrove, cara penyemaian mangrove agar anak-anak maupun masyarakat luar dapat berinteraksi langsung bagaimana cara pembibitan dan bagaimana perawatannya, manfaat-manfaat apa saja yang dapat didapatkan dari mangrove
2.      Dapat dibangun berupa kolam sentuh yang berada di pohon mangrove yang dapat didesain sesuai areanya agar masyarakat pengunjung dapat mengetahui habitat asli fauna yang menempati mangrove
3.      Dapat melihat burung-burung pantai yang singgah di mangrove karena burung-burung pantai akan berbeda dengan burung-burung darat. Burung-burungnya merupakan burung lepas dan memiliki karakteristik burung laut yang alami yang memiliki keterikatan dengan ekologi hutan mangrove. Artinya, walaupun burung-burung tersebut tidak dikurung namun burung-burung tersebut akan terus berada di dalam hutan mangrove.
4.      Sebagai sarana memancing karena terdapat berbagai macam ikan, kepiting dan hewan air lainnya.
Pembangunan ekowisata di kawasan hutan mangrove dapat dikaji dari aspek ekologi hutan mangrove. Hal ini disebabkan hutan mangrove merupakan objek yang utama dalam kegiatan ekowisata. Yulianda (2007) menyatakan bahwa beberapa kriteria penilaian dapat dijadikan pedoman dalam ekowisata seperti ketebalan dan kerapatan pohon, jenis flora atau fauna mangrove dan kisaran pasang surut.
Pembangunan ekowisata berperanan untuk konservasi sumberdaya alam (hutan mangrove) dan membantu masyarakat lokal dalam memenuhi kesejahteraan hidup. Pembangunan ekowisata memberikan perubahan terhadap kualitas hidup, struktur sosio-ekonomi, dan organisasi sosial dalam masyarakat lokal.
3.2       Ekowisata Hutan Mangrove yang Ada di Karangsong Indramayu
A.   PENGUMPULAN DATA SEKUNDER
(1).  Aspek Ekologi
a. Flora dan Fauna
ü data fauna meliputi jenis jenis burung, mamalia, reptile, ikan, amphibi, serangga, dan invertebrate serta data habitat fauna
-          Keanekaragaman hayati (Burung)
NO
NAMA
LATIN
KATEGORI
1.
Kuntul Besar
Egretta alba
Umum Terdapat
2.
Kowak malam Kelabu
Nycticorax nycticorax
Umum Terdapat
3.
Blekok Sawah
Ardeola speciosa
Kadang dijumpai
4.
Kuntul Karang
Egretta sacra
Kadang dijumpai
5.
Cangak Merah
Ardea purpurea
Kadang dijumpai
6.
Dara laut sayap hitam
Sterna fuscata
Kadang dijumpai
7.
Raja Udang kalung biru
Alcedo euryzona
Kritis

-          Keanekaragaman hayati Vegetasi
NO
NAMA
LATIN
FAMILI
HABITAT
1.
Bakau Hitam
Rhizophora mucronata Lam.
Rhizophoraceae
Mangrove
2.
Bakau kecil
Rhizophora stylosa Griff.
Rhizophoraceae
Mangrove
3.
Bakau Minyak
Rhizophora apiculata BI
Rhizophoraceae
Mangrove
4.
Api-api
Avicennia marina (Forsssk) Vierh.
Achantaceae
Mangrove
5.
Api-api
Avicennia alba Blume.
Achantaceae
Mangrove
6.
Pidada
Sonneratia caseolaris (L) Engl
Lythraceae
Mangrove
7.
Ketapang
Terminalia cattapa L.
Combretaceae
Pantai
8.
Cemara Laut
Casuarina equietifolia L.
Casuarinaceae
Pantai
9.
Bidara
Ziziphus mauritiana Lam.
Rhamnaceae
Pantai
-          Keanekaragaman Hayati biota air
NO
NAMA
LATIN
KATEGORI
1.
Ikan Belanak
Valamugil speigleri
Melimpah
2.
Ikan Gelodok
Periophthalmus modestus
Melimpah
3.
Biawak
Varanus salvator
Jarang
4.
Belut
Mnopterus albus
Umum Terdapat
5.
Ikan Keling
Mystus nigriceps
Melimpah
ü Tempat pamijahan ikan dan udang
ü tempat transit burung air migran
ü fauna asli setempat (endemic)
ü tempat mencari makan (feeding), tempat istirahat/tinggal (roosting) dan tempat bersarang (nesting ground) fauna
ü data flora
No
Nama
Nama latin
1.
Pidada
Sonneratia caseolaris
2.
Bakau Hitam
Rhizophora mucronata Lam.
3.
Bakau kecil
Rhizophora stylosa Griff.
4.
Bakau Minyak
Rhizophora apiculata BI
5.
Putut/Tumu
Bruguiera gymnoryza
6.
Berus/burus
Bruguiera Cyllindrica
7.
Api-api
Avicennia marina (Forsssk) Vierh.
8.
Api-api
Avicennia alba Blume.
9.
Bidara/Widara
Ziziphus mauritiana Lam.
10.
Teruntum
Lumnitzera racemosa
11.
Cantigi
Phemphis acidula
12.
Bintaro
Cerbera manghas
13.
Waru Laut
Thespesia populnea
14.
Ketapang
Terminalia cattapa L.
15.
Ketapang Kencana
Terminalia mantaly
16.
Kerandang/katang-katang
Pueraria phasealoides
17.
Kawista
Limonia acidissima
18.
Gayam
Inocarpus fagifer
19.
Kelapa
Cocos nucifera
20.
Dungun/Mengkulang
Heritiera
21.
Cemara Laut
Casuarina equietifolia L.
22.
Kedondong Lanang
Spondias dulcis
23.
Tapak Kuda
Ipomea pos-caprae

b.  Ekosistem
ü  ekosistem lahan basah
Luas ekowisata mangrove adalah 20 Ha dengan panjang track 1,4 Km 
ü  Iklim, tanah, habitat, hidro-oseanografi
-          Iklim nya :  tropis,
-          habitat :  flora dan fauna
-          Hidro oseanografi.: Air payau didalam ekowisata mangrove, arus laut  dengan arus tenang pasang dan surut
ü  Sumber plasma nutfah
Didalam Arboretum Mangrove terdapat 1023 bibit yang terdiri 23 jenis flora yang dikembangbiakan oleh kelompok petani
ü  Tempat pengendapan lumpur, penambat racun/pencemar bahan kimia
Akar dari pohon mangrove dapat mengendapkan lumpur serta dapat menambat racun/pencemar bahan kimia



ü  Data spasial:
Ekowisata Mangrove Karangsong terletak di Desa Karangsong Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu Kode Pos 45219, pada Garis Lintang: 6.3025485 , dan Garis Bujur : 108.3360472
ü  Buffer zone / tempat perlindungan terhadap bencana alam
Ada beberapa tempat Buffer Zone/tempat perlindungan terhadap bencana alam di ekowisata Mangrove ini
ü  Perlindungan ekosistem daerah aliran sungai (DAS)
Ekowisata Mangrove Karangsong terletak di Daerah Aliran Sungai
Desa/Kec    :  Karangsong/Indramayu
Kab/Sub DAS           :           Indramayu/Cimanuk
Prov       :    Jabar/Cimanuk-Citanduy
ü  Catatan pengetahuan ekologi untuk kasus sungai
Dari hasil pengamatan bahwa biota air, keanekaragaman hayati burung dan keanekaragaman hayati vegetasi terlihat lebih banyak dari sebelum adanya  Ekowisata Mangrove Karangsong

(2).   Aspek Sosial
a.    Budaya masyarakat dalam penggunaan lahan
Ratusan hektar hutan mangrove rusak oleh factor alam seperti abrasi, sedimientasi sungai dan banjir  dan juga faktor manusia seperti penebangan kayu mangrove dan pembukaan lahan pertambakan. Sudah ada kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya kawasan mangrove di lingkungan mereka yang melindungi dari abrasi laut.
b.    Peran dan keterkaitan antar lembaga
Sejak 2010 melalui program Coorporate Social Responbility (CSR) Pertamina hijau dengan kelompok petani telah menanm lebih dari 15.000 pohon mangrove, serta Ekowisata Karangsong telah dinaungi dibawah Balai Pengelolaan Hutan Mangrove I Dirjen Pengelolaan DAS Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan
c.    Peran pranata sosial dalam pemanfaatan lahan
Masyarakat membuat pranata social bahwa hanya orang yang mendapat Surat Izin menggarap yang dapat memanfaatkan lahan sekitar 30 % dari nelayan Karangsong
d.    Peran pihak yang berperan dalam konflik (pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, pemodal, spekulan, perguruan tinggi, dlsb)
Pemerintah Pusat   :  Balai Pengelolaan Hutan Mangrove I Dirjen Pengelolaan DAS Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan
Pemerintah Daerah   :     Pemerintah Kabupaten Indramayu
Perusahaan                :     PT Pertamina Refinery Unit (RU) VI Balongan dengan dana CSR 200 juta sebulan
e.    Data dan informasi mencakup kependudukan, pendidikan, kesehatan, keagamaan, kelembagaan masyarakat dan sebagainya
-       Kependudukan
Batas desa Karangsong adalah sebagai berikut :
-       Sebelah utara     :           Desa Pabean Udik
-       Sebelah Selatan  :           Desa Tambak
-       Sebelah Timur    :           Laut Jawa
-       Sebelah Barat     :           Kelurahan Paoman
Desa ini memilki panjang garis pantai 0.9 Km, bersuhu 29 – 310C, berada di ketinggian 0,5 – 1 meter dpl, dengan luas desa 391,45 hektar, dan jumlah penduduk di tahun 2009 menurut Disdukcapil Indramayu Desa ini 4.510 jiwa, dengan komposisi 2.261 laki-laki dan perempuan 2.249 Jiwa.
-       Pendidikan
Adapun tingkat pendidikan masyarakat desa Karangsong sebagai berikut
a.    Usia 7 - 45 th tidak pernah sekolah      :    176 orang
b.    Pernah sekolah SD/sederajat                :    1099 orang
c.    Tamat SD/Sederajat                             :    315 orang
d.    Tamat SLTP/Sederajat                         :    306 orang
e.    Tamat SMA/Sederajat                          :    256 orang
f.     D1                                                         :    9 orang
g.    D2                                                         :    6 orang
h.    D3                                                         :    8 orang
i.      S1                                                         :    5 orang
j.      S2                                                         :    2 orang
k.    S3                                                         :    1 orang
-       Keagamaan
Jumlah Penduduk menurut Agama sebagai berikut :
a.    Islam             :  5709 orang
b.    Protestan      :  8 orang
c.    Katolik         : 21 orang
d.    Hindu           : 7 orang
e.    Budha           :  4 orang
 (3).   Aspek Ekonomi
a.    Pengembangan fungsi ekologi untuk aspek ekonomi
Menurut Bapak Eka Tarika pengurus kelompok Pantai Lestari karangsong, mengatakan kunjungan wisatawan ke daerah sini pada tahun 2015 mencapai 74 ribu orang dan 2016 menjadi 84 ribu wisatawan
b.    Pengembangan pemanfaatan rosot carbon
Didalam Ekowisata mangrove Karangsong 100 % biomassa yang terdapat didalam berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah pohon (serasah), hewan dan jasad renik yang biomassa tersebut sebagai tempat simpanan karbon (carbon Sink)
c.    Pengembangan ekowisata untuk pengamatan burung dan pendidikan dan pelatihan
Ekowisata Mangrove memang menjadi tempat persinggahan beberapa burung seperti kuntul, blekok, kowak malam kelabu, kuntul karang, cangak merah, dan dara laut sayap hitam sehingga cocok bagi pendidikan dan pelatihan tentang burung.
d.    Pengembangan pemanfaatan untuk pendidikan dan penelitian ekosistem rawa air tawar
Di dalam Ekosistem rawa air tawar kita akan jumpai hewan-hewan amfibi, reptile, belalang, serta tumbuhan seperti halnya eceng gondok,  semua itu bisa digunakan untuk sarana pendidikan dan penelitian
e.    Pemanfaatan ekosistem air bersih dalam kerangka perlindungan daerah aliran sungai (DAS)
Ekosistem air bersih bisa imanfaatkan sebagai lahan pendederan/pembenihan ikan maupun udang serta juga bisa dimanfaatkan sebgai pertambakan dengan tanpa merusak ekosistem yang telah ada sehingga melindungi daerah aliran sungai (DAS) 

B.  PENGAMATAN LAPANG EKOSISTEM PANTAI KARANGSONG MELIPUTI POTENSI DAN DAYA TARIK LOKASI

 

 
 

 

 
 

1.    WAWANCARA DENGAN PENGUNJUNG DAN PENGELOLA
Data dari makalah ini diperoleh dari Bapak Ketua Kelompok Peduli Mangrove  Eka Taringan
2.    LAKUKAN ANALISIS POTENSI DAN DAYA TARIK TERHADAP:
I.     Nilai rekreasi meliputi :
a.    Keindahan alam
b.    Keanekaragaman jenis flora dan fauna
c.    Keunikannya
d.    Keutuhan potensi hutan
e.    Kejernihan air (jika ada)
f.     Variansi kegiatan
g.    Kenyamanan
h.    Keamanan
II.       Nilai Ekonomi
a.    Dari potensi pengunjung
b.    Dari jasa lingkungan
III.    Nilai Konservasi
IV.    Keterlibatan masyarakat
V.      Penelitian dan pendidikan lingkungan










TABEL 1

NO
YANG DINILAI
ANALISIS PENGEMBANGAN
KET
KUALITAS
AKSESIBILITAS
AMENITAS
KELEMBAGAAN
1
2
3
4
5





I.    Nilai Rekreasi









a.       Keindahan Alam








b.      Keanekaragaman jenis flora dan fauna








c.       Keunikannya








d.      Keutuhan potensi hutan








e.       Kejernihan air (jika ada)








f.        Variansi Kegiatan








g.      Kenyamanan








h.      Keamanan









II.    Nilai Ekonomi









a.       Dari potensi pengunjung








b.      Dari jasa lingkungan









III. Nilai Konservasi









IV.             Keterlibatan Masyarakat









V.  Penelitian dan Pendidikan Lingkungan









Keterangan : (1). Keaslian, (2). Keunikan, (3). Keindahan, (4). Keutuhan, (5). Ketersediaan lahan pengembangan

No
Rincian Potensi
Rincian Penilaian
Skor 1
Skor 2
Skor 3
Skor 4
Skor 5

I.    Nilai Rekreasi






a.       Keindahan Alam

Kondisi masih asli 40 %




b.      Keanekaragaman jenis flora dan fauna


Keaneka ragaman mencapai 60%



c.       Keunikannya

Obyek hanya ada pada lokasi tersebut




d.      Keutuhan potensi hutan



Keutuhan mencapai 80 %


e.       Kejernihan air (jika ada)
Kejernihan masih 20 %





f.        Variansi Kegiatan




Kegiatan mencapai 100 %

g.      Kenyamanan




100 % Nyaman

h.      Keamanan




100Aman

II. Nilai Ekonomi






a.       Dari potensi pengunjung




100 % berpotensi ekonomi

b.      Dari jasa lingkungan






III. Nilai Konservasi



80 %  Bernilai konversi


IV.Keterlibatan Masyarakat



80 % masyarakat terlibat


V.  Penelitian dan Pendidikan Lingkungan




100 % bisa dibuat penelitian dan pendidikan lingkungan


3.    SUSUN STRATEGI DAN KEBIJAKAN SEBAGAI BERIKUT:
a.       Susun Kekuatan dan kelemahannya yang terjadi pada lokasi
-       Kekuatan
1.      Ekowisata Mangrove Karangsong sebagai Ekowisata mangrove buatan yang berhasil sehingga menarik Wisatawan dan Peneliti Mangrove
2.      Adanya dukungan dari CSR Pertamina dan Pemerintah baik daerah dan Pemerintah Pusat melalui Dinas Kehutanan 
-       Kelemahan
1.      Ekowisata Mangrove ini rawan Abrasi jika daya dukungnya lingkungan dirusak
2.      Kurangnya rasa memilki bersama dari masyarakat sekitar 
b.      Susun ancaman peluang yang ada pada lokasi
-       Lemahnya peran serta masyarakat disekitar kawasan
-       Masih kurangnya keanekaragaman vegetasi flora
-       Terlalu banyaknya wisatawan membuat lingkungan menjadi kotor
-       Luas wisata yang tak bisa diperluas lagi
c.       Buat strategi dan kebijakannya
-       Pengembangan keanekaragaman hayati vegetasi sehingga lebih menambah kedaya pikatan bagi peneliti
-       Pengembangan wisata pengamatan terhadap fauna seperti pengamatan kupu-kupu dan pengamatan burung
-       Peningkatan kualitas SDM dibidang pariwisata dan optimalisasi pelaksanaan tugas pembinaaan kepariwisataan terhadap masyarakat melalui kerjasama dengan instansi terkait
-       Pengembanagan kesadaran wisatawan dan masyarakat sekitarnya tentang mebuang sampah ditempatnya  












BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Hutan mangrove dapat dijadikan ekowisata apabila memenuhi beberapa syarat, kriteria penilaian dapat dijadikan pedoman dalam ekowisata seperti ketebalan dan kerapatan pohon, jenis flora atau fauna mangrove, dan kisaran pasang surut. Selain itu juga harus memberik nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di lingkungan obyek wisata; menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan dan tidak langsung bagi para stakeholders; membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan internasional; mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan; dan mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek wisata tersebut.
2.      Area ekowisata hutan mangrove Karangsong Indramayu yang harus terus dikembangkan dan dijaga kelestariannya
3.      Produk-produk ekowisata yang ditawarkan oleh hutan mangrove dapat beragam tergantung pada lokasi dan keadaan hutan mangrove yang akan dijadikan area ekowisata, seperti wisata perahu, penginapan dan restoran di atas air, jembatan kayu, outbond, penanaman pohon mangrove langsung pada habitatnya, camping ground, pemancingan, penjualan suvenis khas mangrove seperti baju batik mangrove, dan sebagainya. Produk-produk ekowisata hutan mangrove juga harus memiliki nilai edukasi, konservasi, dan estetika bagi wisatawan.









DAFTAR PUSTAKA

Alamrogi, Sumarna. 2014. Obyek Wisata Hutan Mangrove di Bali. http://www.indowisata.co.id/2014/12/obyek-wisata-hutan-mangrove-di-bali.html. Diakses Tanggal 27 Februari 2015 Pukul 09.58 WIB.
Anonim. 2014. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove. http://hutan mangrove jakarta.com/2014/02/04/fungsi-dan-manfaat-hutan-mangrove-3/. Diakses tanggal 25 Februari 2015 Pukul 23.01 WIB.
Drumm, Andy and Alan Moore. 2002. Ecotourism Development. An Introduction to Ecotourism Planning. The Nature Conservancy. Arlington, Virginia, USA.
Fahriansyah dan Dessy, Yoswaty. 2012. Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara : Faktor Ekologis Hutan Mangrove. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4 (2) : 346-359.
Jawa Timuran. 2013. Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya. https://jawa timuran1.wordpress.com/2013/12/12/1430/. Diakses Tanggal 27 Februari 2015 Pukul 09.23 WIB.
Jawa Timuran, 2013. Wisata Manrove Kota Probolinggo. https://jawatimuran 1. wordpress.com/2013/06/16/wisata-mangrove-kota-probolinggo/. Diakses Tanggal 27 Februari 2015 Pukul 09.45 WIB.
Khan, Maryam. 2003. Ecoserv. Howard University. USA.
Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A. Triswanto, Yunasfi, dan Hamzah. 2003. Teknik rehabilitasi mangrove. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Muhaerin, Muri. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali. Skripsi Dep. Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Bogor.
Mulyadi, Edi., Okik Hendriyanto, dan Nur Fitriani. 2010. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol 1.
Panduan Wisata Surabaya. 2015. Wisata Anyar Mangrove Alternatif Wisata Bahari Alami di Surabaya. http://surabaya.panduanwisata.id/wisata-alam/wisata-anyar-mangrove-alternatif-wisata-bahari-alami-di-surabaya/. Diakses Tanggal 27 Februari 2015 Pukul 09.10 WIB.
Pender, L. and R. Sharpley. 2005. The Management of Tourism. SAGE Publications Ltd. London.
Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize. Semarang. 236 hal.
Sudiarta, Made. 2006. Ekowisata Hutan Mangrove : Wahana Pelestarian Alam dan Pendidikan Lingkungan. Jurnal Manajemen Pariwisata Vol. 5 No 12.
Wijayanti, T. 2007. Konservasi Hutan Mangrove sebagai Wisata Pendidikan. Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Surabaya.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir berbasis konservasi. Makalah Sains Departemen MSP. IPB. Bogor.
Zamroni, Muhammad. 2014. Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam Angke Kapuk.http://matriphe.com/2014/09/15/hutan-mangrove-di-taman-wisata-alam-angke-kapuk. Diakses Tanggal 26 Februari 2015 Pukul 00.02 WIB.