TUGAS MATA KULIAH
PEDAGOGIK
Dosen Pengampu: H. Zaenal Abidin, M.Si
Disusun
Oleh :
Eko Puryanto
NIM. 20161310037
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEKOLAH
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS
KUNINGAN
2017
KATA PENGANTAR
Puji serta
syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan kepada kita
hidayah dan inayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mengenai “Landasan
Kurikulum” Tanpa-Nya lah laporan makalah ini tidak akan pernah ada, melainkan
hanya sebuah pikir belaka yang tak dapat terealisasikan.
Laporan
makalah ini dibuat bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur mata
kuliah “Pedagogik”. Dengan membaca
laporan makalah ini para pembaca
dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh, dan para pembaca dapat mengetahui
nya.
Ucapan
terimakasih kami ucapkan kepada dosen kami dan teman-teman yang telah membantu
proses pembuatan laporan makalah
ini. Kami menyadari bahwa dalam laporan
makalah ini masih terdapat banyak kekurangan oleh karena itu kepada para
pembaca, kami mengharapkan saran dan kritik untuk pembuatan laporan makalah selanjutnya.
Semoga laporan makalah ini benar-benar dapat
bermanfaat bagi para pembaca.Amin ya robbal’alamin.
Kuningan, Mei 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………… ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………… iii
BAB I.
PENDAHULUAN
……………………………………………………………… 1
A.
Latar
Belakang ………………………………………………………………… 1
B.
Tujuan
Makalah ………………………………………………………………… 1
BAB II. PENGEMBANGAN
KURIKULUM …………………………………………….. 2
A.
Landasan
Filosofis ………… …………………………………………………...... 2
1.
Filsafat
Pendidikan …………………………………………………………… 2
2.
Filsafat
dan Tujuan Pendidikan ……………………………………………… 2
3.
Manfaat
Filsafat Pendidikan ………………………………………………… 3
4.
Kurikulum
dan Filsafat Pendidikan ………………………………………….. 3
B. Landasan Psikologis
……. ………………………………………………………. 4
1. Perkembangan Peserta
Didik dan Kurikulum ………………………………. . 4
2. Psikologi Belajar dan
Kurikulum ……………………………………………. 5
C. Landasan Sosiologis
…………………………………………………………….. 6
1. Perkembangan Peserta
Didik dan Kurikulum ……………………………….. 6
2. Masyarakat dan
Kurikulum ………………………………………………….. 7
D. Landasan Lain
………………………………………………………………….. 7
1. Landasan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi ……………………………….. 7
2. Landasan Historis
…………………………………………………………….. 8
3. Landasan Yuridis
……………………………………………………………… 8
BAB III. KESIMPULAN
………………………………………………………………… 11
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………………………… 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kurikulum sebagai sebuah rancangan
pendidikan mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek
kegiatan pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan
dan dalam perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak
bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan yang kokoh dan kuat.
Landasan pengembangan kurikulum
tidak hanya diperlukan bagi para penyusun kurikulum atau kurikulum tertulis
yang sering disebut juga sebagai kurikulum ideal, akan tetapi terutama harus
dipahami dan dijadikan dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum yaitu
para pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait
dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan
instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum di setiap
jenjang pendidikan. Penyusunan dan pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan
secara sembarangan. Dibutuhkan berbagai landasan yang kuat agar mampu dijadikan
dasar pijakan dalam melakukan proses penyelenggaraan pendidikan, sehingga dapat
memfasilitasi tercapainya sasaran pendidikan dan pembelajaran secara lebih
efektif dan efisien.
B.
TUJUAN
Melalui pemaparan topik ini mahasiswa diharapkan:
Ø
Setelah membaca makalah ini kita
hendaknya dapat mengetahui apa-apa saja landasan yang di buat dalam menetapkan
sebuah kurikulum.
Ø
Mengidentifikasi beberapa landasan
kurikulum yang harus dijadikan dasar pijakan dalam mengembangkan kurikulum oleh
berbagai pihak terkait, seperti para pembuat kebijakan pendidikan, baik di
tingkat pusat maupun daerah dalam melakukan program perencanaan pendidikan
maupun dalam melakukan pembinaan.
Ø
Memiliki sikap yang positif bahwa
setiap landasan pengembangan kurikulum harus dijadikan dasar pertimbangan oleh
para guru, kepala sekolah terutama dalam mengembangkan isi maupun dalam
melaksanakan proses pembelajaran, sehingga program pendidikan/kurikulum yang
diterapkan memiliki nilai manfaat yang optimal bagi siswa, masyarakat, bangsa,
dan negara.
BAB II
LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Suatu bangunan kurikulum memiliki empat komponen yaitu
komponen tujuan, isi/materi, proses pembelajaran, dan komponen evaluasi, maka
agar setiap komponen bisa menjalankan fungsinya secara tepat dan bersinergi,
maka perlu ditopang oleh sejumlah landasan yaitu landasan filosofis sebagai
landasan utama, masyarakat dan kebudayaan, individu (peserta didik), dan
teori-teori belajar (psikologis).
A.
LANDASAN
FILOSOFIS
Landasan filosofis dalam
pengembangan kurikulum ialah rumusan yang didapatkan dari hasil berpikir secara
mendalam, analisis, logis, sistematis dalam merencanakan, melaksanakan, membina
dan mengembangkan kurikulum baik dalam bentuk kurikulum sebagai rencana
(tertulis), terlebih kurikulum dalam bentuk pelaksanaan di sekolah.
1.
Filsafat Pendidikan
Filsafat berupaya mengkaji berbagai
permasalahan yang dihadapai manusia, termasuk masalah pendidikan.
Pendidikan sebagai ilmu terapan, tentu saja memerlukan ilmu-ilmu lain sebagai
penunjang, di antaranya filsafat. Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah
penerapan dan pemikiran-pemikiran filosofis untuk memecahkan masalah-masalah
pendidikan. Menurut Redja Mudyahardjo (1989), terdapat tiga sistem pemikiran
filsafat yang sangat besar pengaruhnya dalam pemikiran pendidikan pada umumnya
dan pendidikan di Indonesia
pada khususnya, yaitu : filsafat idealisme, realisme dan filsafat fragmatisme.
2.
Filsafat dan Tujuan Pendidikan
Bidang telaahan filsafat pada
awalnya mempersoalkan siapa manusia itu? Kajian terhadap persoalan ini berupaya
untuk menelusuri hakikat manusia, sehingga muncul beberapa asumsi tentang
manusia. Misalnya manusia adalah makhluk religius, makhluk sosial, makhluk yang
berbudaya, dan lain sebagainya. Dari beberapa telaahan tersebut filsafat
mencoba menelaah tentang tiga pokok persoalan, yaitu hakikat benar-salah
(logika), hakikat baik-buruk (etika), dan hakikat indah-jelek (estetika). Oleh
karena itu maka ketiga pandangan tersebut sangat dibutuhkan dalam pendidikan. Terutama
dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Artinya ke mana pendidikan akan
dibawa, terlebih dahulu harus ada kejelasan pandangan hidup manusia atau
tentang hidup dan eksistensinya.
Filsafat akan menentukan arah kemana
peserta didik akan dibawa, filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang
melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
filsafat yang dianut oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau
bahkan yang dianut oleh perorangan akan sangat mempengaruhi terhadap tujuan
pendidikan yang ingin dicapai.
Tujuan pendidikan nasional di
Indonesia tentu saja bersumber pada pandangan dan cara hidup manusia Indonesia,
yakni Pancasila. Hal ini berarti bahwa pendidikan di Indonesia harus membawa
peserta didik agar menjadi manusia yang berPancasila. Dengan kata lain,
landasan dan arah yang ingin diwujudkan oleh pendidikan di Indonesia adalah
yang sesuai dengan kandungan falsafah Pancasila itu sendiri.
Sebagai implikasi dari nilai-nilai
filsafat Pancasila yang dianut bangsa Indonesia, dicerminkan dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional seperti terdapat dalam UU No.20 Tahun 2003, yaitu :
Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi
warga yang demokratis serta bertanggung jawab (Pasal 2 dan 3). Dalam rumusan
tujuan pendidikan nasional tersebut, tersurat dan tersirat nilai-nilai yang
terkandung dalam rumusan Pancasila.
Melalui rumusan tujuan pendidikan
nasional di atas, sudah jelas tergambar bahwa peserta didik yang ingin
dihasilkan oleh sistem pendidikan kita antara lain adalah untuk melahirkan
manusia yang beriman, bertaqwa, berilmu dan beramal dalam kondisi yang serasi,
selaras dan seimbang. Di sinilah pentingnya filsafat sebagai pandangan hidup
manusia dalam hubunganya dengan pendidikan dan pembelajaran.
3.
Manfaat Filsafat Pendidikan
Filsafat pendidikan pada dasarnya
adalah penerapan dari pemikiran-pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan
pendidikan. Dengan demikian tentu saja bahwa filsafat memiliki manfaat dan
memberikan kontribusi yang besar terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan
dengan kepentingan pendidikan.
Menurut Nasution (1982)
mengidentifikasi beberapa manfaat filsafat pendidikan, yaitu:
Filsafat pendidikan dapat menentukan
arah akan dibawa ke mana anak-anak melalui pendidikan di sekolah? Sekolah
adalah suatu lembaga yang didirikan untuk mendidik anak-anak ke arah yang
dicita-citakan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
Dengan adanya tujuan pendidikan yang
diwarnai oleh filsafat yang dianut, kita mendapat gambaran yang jelas tentang
hasil yang harus dicapai.
Filsafat dan tujuan pendidikan memberi
kesatuan yang bulat kepada segala usaha pendidikan.
Tujuan pendidikan memungkinkan si penduduk
menilai usahanya, hingga manakah tujuan itu tercapai.
Tujuan pendidikan memberikan
motivasi atau dorongan bagi kegiatan-lkegiatan pendidikan.
4.
Kurikulum dan Filsafat Pendidikan
Kurikulum pada hakikatnya adalah
alat untuk mencapai tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan sangat
dipengaruhi oleh filsafat atau pandangan hidup suatu bangsa, maka tentu saja
kurikulum yang dikembangkan juga akan mencerminkan falsafah/pandangan hidup
yang dianut oleh bangsa tersebut oleh karena itu terdapat hubungan yang sangat
erat antara kurikulum pendidikan di suatu negara dengan filsafat negara yang
dianutnya. Sebagai contoh, Indonesia pada masa penjajahan Belanda, kurikulum
yang dianut pada masa itu sangat berorientasi pada kepentingan politik Belanda.
Demikian pula pada saat negara kita dijajah Jepang, maka orientasi kurikulum
berpindah yaitu disesuaikan dengan kepentingan dan sistem nilai yang dianut
oleh negara Matahari Terbit itu. Setelah Indonesia mencapai kemerdekaannya, dan
secara bulat dan utuh menggunakan pancasila sebagai dasar dan falsafah dalam
berbangsa dan bernegara, maka kurikulum pendidikan pun disesuaikan dengan
nilai-nilai pancasila itu sendiri.
Pengembangan kurikulum walaupun pada
tahap awal sangat dipengaruhi oleh filsafat dan ideologi negara, namun tidak
berarti bahwa kurikulum bersifat statis, melainkan senantiasa memerlukan
pengembangan, pembaharuan dan penyempurnaan disesuaikan dengan kebutuhan dan
tuntutan dan perkembangan zaman yang senantiasa cepat berubah.
B.
LANDASAN PSIKOLOGIS
Penerapan landasan psikologi dalam
pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya pendidikan yang dilakukan dapat
menyesuaikan dari segi materi atau bahan yang harus disampaikan, penyesuaian
dari segi proses penyampaian atau pembelajarannya, dan penyesuaian dari
unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
1.
Perkembangan Peserta Didik dan
Kurikulum
Anak sejak dilahirkan sudah
memperlihatkan keunikan-keunikan, seperti pernyataan dirinya dalam bentuk tangisan
atau gerakan-gerakan tertentu. Hal ini memberikan gambaran bahwa sebenarnya
sejak lahir anak telah memiliki potensi untuk berkembang. Bagi aliran yang
sangat percaya dengan kondisi tersebut sering menganggap anak sebagai orang
dewasa dalam bentuk kecil. J.J.Rousseau,
seorang ahli pendidikan bangsa Perancis, termasuk yang fanatik berpandangan
seperti itu. Dewasa dalam bentuk kecil mengandung makna bahwa anak itu belum
sepenuhya memiliki potensi yang diperlukan bagi penyesuaian diri terhadap
lingkungannya, ia masih memerlukan bantuan untuk berkembang ke arah kedewasaan
yang sempurna, Rousseau memberi tekanan kepada kebebasan berkembang secara
mulus menjadi orang dewasa yang diharapkan.
Pendapat lain mengatakan bahwa
perkembangan anak itu adalah hasil dari pengaruh lingkungan. Anak dianggap
sebagai kertas putih, di mana orang-orang di sekelilingnya dapat bebas menulis
kertas tersebut. Pandangan ini bertentangan dengan pandangan di atas, di mana
justru aspek-aspek di luar anak/lingkungannya lebih banyak mempengaruhi
perkembangan anak menjadi individu yang dewasa. Pandangan ini sering disebut teori Tabularasa dengan tokohnya yaitu
John Locke.
Selain kedua pandangan tersebut,
terdapat pandangan yang menyebutkan bahwa perkembangan anak itu merupakan hasil
perpaduan antara pembawaan dan lingkungan. Aliran ini mengakui akan kodrat
manusia yang memiliki potensi sejak lahir, namun potensi ini akan berkembang
menjadi baik dan sempurna berkat pengaruh lingkungan. Aliran ini disebut aliran
konvergensi dengan tokohnya yaitu William
Stern. Pandangan yang terakhir ini dikembangkan lagi oleh Havighurst dengan teorinya tentang
tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan
yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu
sesuai dengan taraf/tingkat perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya.
Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan
berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah.
Melalui tugas-tugas ini, anak akan
berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang sederhana
menuju ke arah yang lebih kompleks. Namun demikian, objek penelitian yang
dilakukan oleh Havighurst adalah anak-anak Amerika, jadi kebenarannya masih
perlu diteliti dan dikaji dengan cermat disesuaikan dengan anak-anak Indonesia
yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda. Pandangan tentang anak sebagai
makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum
pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan
disamping persamaannya.
Implikasi dari hal tersebut terhadap
pengembangan kurikulum yaitu :
Setiap
anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat dan
kebutuhannya.
Di
samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib
dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan yang
sesuai dengan minat anak.
Kurikulum
disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan
ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang berbakat di bidang akademik diberi
kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya.
Kurikulum
memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan
yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap proses
pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Tujuan pembelajaran yang dirumuskan
secara operasional selalu berpusat kepada perubahan tingkah laku peserta didik.
b.
Bahan/materi yang diberikan harus
sesuai dengan kebutuhan, minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah
diterima oleh anak.
c.
Strategi belajar mengajar yang
digunakan harus sesuai dengan taraf perkembangan anak.
d.
Media yang dipakai senantiasa dapat
menarik perhatian dan minat anak.
e.
Sistem evaluasi berpadu dalam satu
kesatuan yang menyekuruh dan berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang
lainnya dan dijalankan secara terus menerus.
2.
Psikologi Belajar dan Kurikulum
Psikologi belajar merupakan suatu
cabang bagaimana individu belajar. Belajar bisa diartikan sebagai perubahan
perilaku yang terjadi melalui pengalaman. Segala perubahan perilaku baik yang
berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi karena
prosespengalaman dapat dikategorikan sebagai perilaku belajar.
Perubahan-perubahan perilaku yang terjadi secara insting atau terjadi karena
kematangan, atau perilaku yang terjadi secara kebetulan, tidak termasuk
belajar. Mengetahui tentang psikologi/teori belajar merupakan bekal bagi para
guru dalam tugas pokoknya yaitu pembelajaran anak.
Psikologi atau teori belajar yang
berkembang pada dasarnya dapat dikelompokkan ke dalam tiga rumpun, yaitu :
Teori Disiplin Mental atau Teori Daya (Faculty Theory), Behaviorisme,
dan Organismik atau kognitif Gestalt Field.
1.
Menurut Teori Daya (Disiplin Mental)
Menurut teori ini, sejak
kelahirannya anak/individu telah memiliki otensi-potensi atau daya-daya
tertentu (faculties) yang masing-masing memiliki fungsi tertentu,
seperti potensi/daya mengingat, daya berfikir, daya mencurahkan pendapat, daya
mengamati, daya memecahkan masalah, dan daya-daya lainnya. Daya-daya tersebut
dapat dilatih agar dapat berfungsi dengan baik. Daya-daya yang telah terlatih
dapat dipindahkan dalam pembentukan daya-daya lain. Pemindahan (transfer)
ini mutlak dilakukan melalui latihan (drill), karena itu pengertian
mengajar menurut teori ini adalah melatih peserta didik dalam daya-daya itu,
cara mempelajarinya pada umumnya melalui hapalan dan latihan.
2.
Teori Behaviorisme
Rumpun teori ini mencakup tiga teori,
yaitu koneksionisme atau teori asosiasi, teori kondisioning, dan teori
reinforcement (operant conditioning). Behaviorisme berangkat dari asumsi
bahwa individu tidak membawa potensi sejak lahir. Perkembangan individu
ditentukan oleh lingkungan (keluarga, sekolah, masyarakat). Teori ini tidak
mengakui sesuatu yang sifatnya mental, perkembangan anak menyangkut hal-hal
nyata yang dapat dilihat dan diamati. Teori Asosiasi adalah teori yang awal
dari rumpun Behaviorisme. Menurut teori ini kehidupan tunduk kepada hokum
stimulus-respon atau aksi-reaksi. Belajar merupakan upaya untuk membentuk
hubungan stimulus-respon sebanyak-banyaknya.
3.
Teori Organismik (Gestalt)
Teori ini mengacu pada pengertian
bahwa keseluruhan lebih bermakna daripada bagian-bagian, keseluruhan bukan
kumpulan dari bagian-bagian. Manusia dianggap sebagai makhluk organism yang
melakukan hubungan timbal balik dengan lingkungan secara keseluruhan, hubungan
ini dijalin oleh stimulus dan respon. Menurut teori ini, Stimulus yang hadir
itu diseleksi menurut tujuannya, kemudian individu melakukan interaksi
dengannya dan seterusnya terjadi perbuatan belajar. Disini peran guru adalah
sebagai pembimbing bukan penyampai pengetahuan, siswa berperan sebagai
pengelola bahan pelajaran.
Belajar menurut teori ini bukanlah
menghapal akan tetapi memecahkan masalah, dan metoda belajar yang dipakai
adalah metoda ilmiah dengan cara anak dihadapkan pada berbagai permasalahan,
merumuskan hipotesis atau praduga, mengumpulkan data yang diperlukan untuk
memecahkan masalah, menguji hipotesis yang telah dirumuskan, dan pada akhirnya
para siswa dibimbing untuk menarik kesimpulan-kesimpulan. Teori ini banyak
mempengaruhi praktek pengajaran di sekolah karena memiliki prinsip sebagai
berikut :
Belajar berdasarkan keseluruhan
Belajar adalah pembentukan
kepribadian
Belajar berkat pemahaman
Belajar berdasarkan Pengalaman
Belajar adalah suatu proses
perkembangan
Belajar adalah proses berkelanjutan
C.
LANDASAN
SOSIOLOGIS
Landasan sosiologis menyangkut
kekuatan-kekuatan sosial di masyarakat. Kekuatan-kekuatan itu berkembang dan
selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan zaman. Kekuatan itu dapat berupa
kekuatan yang nyata maupun yang potensial, yang berpengaruh dalam perkembangan
kebudayaan seirama dengan dinamika masyarakat.
1.
Perkembangan Peserta Didik dan
Kurikulum
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam
pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :
1.
Individu lahir tak berbudaya, baik
dalam hal kebiasaan, cita-cita, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan lain
sebagainya.
2.
Kurikulum dalam suatu masyarakat
pada dasarnya merupakan refleksi dari cara orang berpikir, berasa,
bercita-cita, atau kebiasaan-kebiasaan.
3.
Seluruh nilai yang telah disepakati
masyarakat dapat pula disebut kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil dari cipta,
rasa, karsa manusia yang diwujudkan dalam tiga gejala, yaitu:Ide, konsep,
gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.Kegiatan, yaitu tindakan
berpola dari manusia dalam bermasyarakat.Benda hasil karya manusia.
2. Masyarakat
dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok
individu yang diorganisasikan mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok
berbeda. Kebudayaan hendaknya dibedakan dengan istilah masyarakat yang
mempunyai arti suatu kelompok individu yang terorganisir yang berpikir tentang
dirinya sebagai suatu yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya.
Tiap masyarakat mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri, dengan demikian yang
membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya adalah kebudayaan.
Hal ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran
seseorang, reaksi terhadap perangsang sangat tergantung kepada kebudayaan di
mana ia dibesarkan..
Perubahan sosial budaya dalam suatu
masyarakat akan mengubah pula kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat juga dipenuhi
oleh kondisi dari masyarakat itu sendiri. Adanya perbedaan antara masyarakat
satu dengan masyarakat lainnya sebagian besar disebabkan oleh kualitas
individu-individu yang menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain
kebutuhan masyarakat pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu
sebagai sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum
yang hanya berdasarkan pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal.
Pengembangan kurikulum juga harus
ditekankan pada pengembangan individu yang mencakup keterkaitannya dengan
lingkungan sosial setempat. Lingkungan sosial budaya merupakan sumber daya yang
mencakup kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Berdasarkan uraian di
atas, sangatlah penting memperhatikan faktor kebutuhan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum. Perkembangan masyarakat menuntut tersedianya proses
pendidikan yang relevan. Untuk terciptanya proses pendidikan yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat maka diperlukan rancangan berupa kurikulum yang
landasan pengembangannya memperhatikan faktor perkembangan masyarakat.
D. LANDASAN LAIN
1. Landasan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pendidikan merupakan usaha
menyiapkan subjek didik (siswa) menghadapi lingkungan hidup yang mengalami
perubahan yang semakin pesat. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi
perannya di masa yang akan datang. Teknologi adalah aplikasi dari ilmu
pengetahuan ilmiah dan ilmu-ilmu lainnya untuk memecahkan masalah-masalah
praktis. Ilmu dan teknologi tak dapat dipisahkan. Ilmu pengetahuan dan
teknologi berkembang teramat pesat seiring lajunya perkembangan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan dan kemampuan-
kemampuan tersebut, maka ada hal-hal yang dijadikan sebagai dasar, yakni:
Pembangunan IPTEK harus berada dalam
keseimbangan yang dinamis dan efektif dengan pembinaan sumber daya manusia,
pengembangan sarana dan prasarana iptek, pelaksanaan dan penelitian dan
pengembangan serta rekayasa dan produksi barang dan jasa.
Pembangunan IPTEK tertuju pada peningkatan
kualitas, yakni untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan dan kehidupan bangsa.
Pembangunan IPTEK harus selaras
(relevan) dengan nilai-nilai agama, nilai luhur budaya bangsa, kondisi sosial
budaya, dan lingkungan hidup.
Pembangunan IPTEK harus berpijak
pada upaya peningkatan produktivitas, efesiensi dan efektivitas penelitian dan
pengembangan yang lebih tinggi.
Pembangunan IPTEK berdasarkan pada
asas pemanfaatannya yang memberikan nilai tambah dan memberikan pemecahan
masalah konkret dalam pembangunan.
Penguasaan, pemanfaatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan oleh berbagai pihak,
yakni:
Pemerintah, yang mengembangkan dan
memanfaatkan IPTEK untuk menunjang pembangunan dalam segala bidang.
Masyarakat, yang memanfaatkan IPTEK
itu pengembangan masyarakat dan mengembangakannya secara swadaya.
Akademisi terutama di lingkungan
perguruan tinggi, mengembangkan IPTEK untuk disumbangkan kepada pembangunan.
Pengusaha, untuk meningkatkan
produktivitas
Mengingat pendidikan merupakan upaya
menyiapkan siswa menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin
pesat termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.
2.
Landasan Historis
Landasan Historis berkaitan dengan
formulasi program-program sekolah pada waktu lampau yang masih hidup sampai
sekarang, atau yang pengaruhnya masih besar pada kurikulum saat ini (Johnson,
1968). Oleh karena kurikulum selalu perlu disesuaikan dengan
kebutuhan-kebutuhan dan perkembangan zaman, maka perkembangan kurikulum pada
suatu saat tertentu diadakan untuk memenuhi tuntutan dan perkembangan pada
waktu tertentu.
Kurikulum yang dikembangkan pada
saat ini, perlu mempertimbangkan apa yang telah dilakukan dan apa yang telah
kita capai melalui kurikulum sebelumnya. Begitu pula selanjutnya, kita perlu
mempertimbangkan kurikulum yang yang ada sekarang waktu mengembangkan kurikulum
di masa depan, karena apa yang telah kita lakukan sekarang akan berpengaruh
terhadap kurikulum yang akan dikembangkan di masa depan.
3.
Landasan Yuridis
Kurikulum pada dasaranya adalah
produk yuridis yang ditetapkan melalui keputusan Kementerian Pendidikan
Nasional RI. Sebagai pengejawantahan dari kebijakan pendidikan yang ditetapkan
oleh lembaga legislatif yang mestinya mendasarkan pada konstitusi/UUD. Dengan
demikian landasan yuridis pengembangan kurikulum di NKRI ini adalah UUD 1945
(pembukaan alinia IV dan pasal 31), peraturan-peraturan perundangan seperti: UU
tentang pendidikan (UU No.20 Tahun 2003), UU Otonomi Daerah, Surat Keputusan
dari Menteri Pendidikan, Surat Keputusan dari Dirjen Dikti, peraturan-peraturan
daerah dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Kurikulum baik pada tahap kurikulum sebagai ide, rencana,
pengalaman maupun kurikulum sebagai hasil dalam pengembangannya harus mengacu
atau menggunakan landasan yang kuat dan kokoh, agar kurikulum tersebut dapat
berfungsi serta berperan sesuai dengan tuntutan pendidikan yang ingin
dihasilkan seperti tercantum dalam rumusan tujuan pendidikan nasional yang telah
digariskan dalam UU No.20 Tahun 2003.
Kurikulum yang di buat tersebut
hendaknya berlandaskan landasan filosofis dan psikologis, karena apabila
seandainya pengembangan kurikulum di Negara kita tidak mengacu kepada hal
tersebut maka pengembangan kurikulum tidak sesuai dengan filosofis Negara
Indonesia serta psikologis para peserta didik. Untuk dapat mencapai semua itu
maka seharusnya setiap komponen yang mempegaruhi perkembangan kurikulum
tersebut dapat di sesuaikan dengan kebutuhan dan keseimbangan baik dari peserta
didik, guru maupun unsur-unsur pendukung lain.
DAFTAR PUSTAKA
Sudjana, Nana. 1996. Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru Algerindo.
Ansyar, Mohammad dan Nurtei. 1993. Pengembangan
dan Inovasi Kurikulum. Bandung : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan &
Dirjen Dikti.
Karyadi, Benny dan Ibrahim. 1996. Pengembangan
Inovasi dan Kurikulum Modul 1 – 6. Jakarta : Universitas Terbuka,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan
Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. 1996. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Undang-Undang Republik Indonesia
No.XX Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional.
Mana dong tugas2 yang lainya. 😂
BalasHapus